Kamis, 15 September 2016

Pacarku, Jodohku! Chapter 4

Alif’s POV –
“Fi, aku berangkat ya!” pamitku sambil mengambil tas kerjaku.
“Kok kamu buru-buru, sih? Kita ‘kan belum sarapan. Kamu duduk dulu, minum susunya. Aku masukin ke tempat bekel aja ya makanannya?”
Afi mendorongku kembali ke meja makan.
“Eh- Aku udah terlambat sayang.”
“Ih, kamu pikir aku gak sedih, udah capek-capek bangun pagi masak, malah kamu gamakan?!”
‘Ah~ Dia marah lagi. Mulai keliatan sifat keibuannya, haha.’
“Yaudah, cepet ya, sayang.”
Dia pun mulai memasukkan semua lauk pauk beserta nasi ke dalam tempat bekal itu.
“Kamu pulang jam berapa?”
“Kenapa emangnya? Kamu mau sesuatu?”
Yah, pastinya dia mulai ngidam juga. Usia calon bayi kami sekarang memasuki 3bulan.
“Aku mau Iphone, perhiasan, terus aku mau baju baru, sepatu ba-“
“Tunggu! Kok jadi itu?”
“Lagian kamu nanya, aku mau apa. Ya aku mau semua itu.”
“Kamu makin gemesin aja sih, udah mau jadi ibu masa masih ngambekan.. Maksud aku, kamu lagi ngidam apa gitu, nanti pulangnya aku beliin.”
“Gaada. Tapi aku pengen ke Dufan. Kapan kamu libur?”
“Ha? Ke Dufan? Emang bumil boleh ke Dufan? Coba yang lain, aku gayakin kamu boleh main wahana-wahana gituan.”
“Tadi nanya, sekarang nanya lagi. Nanya mulu, udah ah. Nih bekelnya, hati-hati di jalan. Aku mau tidur. Jangan lupa tutup pager sendiri.”
“Loh, kamu gamau anter aku ke depan?”
“Engga ah, males.”
*duk!* Afi membanting pintu kamar.
Huftt, agak mengkhawatirkan kalau harus ke Dufan dengan kondisi dia yang sedang hamil. Tapi sepertinya dia sangat ingin kesana. Ah, aku jadi kepikiran.

-sampai di kantor-
“Pagi, Pak!” sapa Saipul, satpam di kantorku.
“Oh, iya, Pagi,” sahutku.
“Kok, pagi-pagi begini sudah di kantor, ada meeting, pak? Tapi saya belum liat neng Ayu datang.”
Ah, iya. Dia bertanya begitu karena dia kenal dengan sekertarisku, Ayu.
“Oh, nggak. Meetingnya nanti siang, tapi bahannya ketinggalan di kantor jadi saya mau ngerjain di kantor aja,” jawabku.
“Oh gitu, saya denger istri bapak lagi hamil muda, ya?”
“Loh, kok bapak tau?” ‘aneh...’ pikirku.
“itu neng Ayu yang cerita”
“Oh gitu.. Iya Pak, benar. Saya masuk dulu ya, Pak.”

Aku sangat bingung. Untuk apa Ayu membicarakan kehamilan Afi pada Pak Saipul? Aku harus menanyakannya nanti.

Third  POV-
Selama meeting itu berlangsung, pikiran Alif kabur menemui istrinya di rumah. ‘Apa dia masih marah? Aku harus bertanya pada Ibu setelah ini.’ Tiba-tiba, pandangannya bertemu dengan Ayu, sekretarisnya. Ayu tersenyum manis pada atasannya itu. ‘Ah, akhir-akhir ini Ayu bersikap aneh.’
Meeting pun berakhir. Alif menyadari bahwa Ayu masih memaku memandangnya.
“Ayu!” panggil Alif. Suara Alif rupanya membangunkan Ayu dari lamunannya.
“Ah- Iya, Pak!” Ayu bergegas menghampiri Alif.
 “Kenapa kamu terus-terusan menatap saya? Ada yang salah?”
Ayu melihat ke sekeliling ruangan itu, memastikan semua orang sudah keluar kecuali mereka.
‘Ah, gue ketauan’ batin Ayu. “Eng-engga kok, perasaan lu aja kali tet! Gue gak ngeliatin lu, elahh.”
“Heh, udah lu - gue aje. Terus, kok Pak Saipul bisa tau Afi hamil? Ngapain lu bilang-bilang? Nyebar gosip ye?”
‘sial, ngapain Pa Saipul bilang ke orangnya coba’ gumam Ayu
“Heh, ngomong apaan lu? Bener kan? Gue tau, elu, gue, afi itu temen SMA, tapi lu gausah bahas urusan pribadi di kantor lah. Gak ada gunanya, yang ada malah jadi keuntungan buat saingan bisnis kita. Gue cuma mau bilang itu aja. Jangan lupa notulen hari ini setor ke gue tar malem.”

“Sial!” gumam Ayu. ‘Liat aja, lu gabakal lama kok jadi atasan gue’ pikir ayu.

-sampai di rumah-
Alif sampai di rumah sangat larut dengan keadaan lelah.
Melihat Afi yang tertidur di sofa ruang tamunya, Alif mengerahkan seluruh sisa tenaganya untuk menggendong Afi ke kamar tidur mereka.
“Kamu udah pulang?” kata Afi sambil menggosok matanya saat melihat suaminya melepas jas dan dasinya.
Alif menjawab, “Udah, kamu kenapa tidur di sofa depan? Nungguin aku?”
“Engga lah! Ngapain. Aku tadi gerah, jadi ngadem di depan.”
“Loh, kamar kita kan ada AC-nya. Kenapa gak nyalain AC aja? Kan banyak nyamuk juga,” kata Alif sambil mengusap kepala Afi.
“Yaudahlah. Kamu udah makan belum?” kata Afi dengan nada marah.
“Belum, kamu masak? Kalo engga, kita makan di luar, yuk?”
“Dih, makan apaan jam segini? Coba kamu liat sekarang jam berapa..”
“Jadi kamu ga masak? Bilang dong, Yang... Jangan marah-marah. Ke mcd, yuk? Kek dulu waktu pacaran, ke mcd terus haha.”
“Apasih, sendiri aja sana.”
“Kamu masih marah?” ‘Ah, aku lupa tanya ibu...’ “Temenin aku, yuk? Gausah ganti baju, pake jaket aja kalo males. Udah malem ini, kan sepi, hehe.”
Alif berjalan menuju lemari pakaian besar berwarna putih, lemari pakaian Afi. Dia mengambil jaket wol tebal berwarna coklat dan kembali ke kasurnya, dia pun memakaikannya pada sang istri.
“Perlu aku gendong juga ke mobil?” Alif menaikkan alis kanannya.
“Aku bisa jalan sendi- Waaa!”
“Aku gendong aja biar cepet. Suami kamu udah kelaperan tau!”


Alif pun menancapkan gas mobilnya menuju mcd. 


A/N : 
Hello again! 
Karena gue bingung penulisan sudut pandangnya jadi gak sesuai judul, gue memutuskan untuk merubah judul secara keseluruhan. Norak, ya? Gapapalah~ Kalo banyak yang gasuka, secepatnya gue ganti. Tapi untuk sekarang, happy waiting for next chapter :)

Rabu, 13 Juli 2016

Pacarku, Jodohku! Chapter 3

Hari ini tepat dua bulan mereka menikah. Masa-masa bulan madu. Mereka merasa beruntung dapat segera membeli rumah dan mobil.

Sekarang Alif kerja di perusahaan ayahnya, dengan harapan akan menjadi pewaris perusahaan tersebut. Walaupun begitu, dia tetap memulainya dari bawah. Afi bekerja di rumah sakit Fatmawati, di bagian medical record. Mereka selalu sibuk.

Setiap hari, Afi bangun jam 4pagi. Menyiapkan air panas untuk suaminya mandi, lalu mereka sholat subuh berjamaah. Mereka tidak pernah meninggalkan sarapan bersama.

Jam 6 mereka berangkat, Alif mengantar Afi ke rumah sakit. Selain sarapan, mereka tidak pernah absen mengatakan kata ajaib di setiap kali bertemu atau berpisah, "I love you." Mungkin bagi orang lain hal ini memalukan, tapi hal ini menjadi obat dari rasa insecure Afi.

Afi memang sensitif. Dia adalah pemikir keras. Pikirannya menjadi liar saat khawatir. Alif sangat memahami hal ini, mereka berjanji untuk mengatakan perasaan sayang mereka setiap bertemu.

Tahun ini Afi berusia 23 tahun. Afi tidak bisa mengelak bahwa ia ingin punya anak.

'Akan sangat menyenangkan jika di rumah kami yang masih lapang ini bergema tangisan bayi yang menggemaskan,’ pikir afi.

Alif bilang, afi harus sabar. Mungkin belum waktunya. Yah, mereka juga baru empat bulan menikah.

-makan malam-

"Gimana kerjaan hari ini, sayang?", kata alif memulai pembicaraan”

"Lancar aja. Pasiennya hari ini lumayan banyak. Kamu gimana di kantor?”

"Aku bisa langsung jemput kamu itu udah lucky bgt, kann?”, dia merekahkan senyum di wajahnya.

"Iya", jawab afi sambil mengaduk-aduk makanannya.

Menyadarinya, Alif pun bertanya,
"Kamu kenapa? Kok ngelamun?

"Gapapa”

"Jangan bohong, bilang ajaa, ada apa?”

"Mmm, aku cuma mikir... Aku mau punya anak.”

Alif menghentikan tangannya yang hendak menyuap,
"Aku juga mau punya anak, sayang. Tapi kita kan juga berusaha gak diem aja.”

"Tapi kenapa belum juga? Aku iri liat temen-temen aku. Mereka sekarang fokus ngerawat anaknya, udah gak kerja lagi.

"Kamu mau berenti kerja?”

"Kalo aku berenti untuk ngurus anak, aku mau.”

"Terus?” Alif mengernyitkan dahinya.

"Iya kan belum punya anak. Nanti aku di rumah sendirian nunggu kamu pulang.

"Yaudah kamu sabar ya.. Apa kamu mau...", Alif menyeringai.

"Apa?”

"Engga.

"Yaudah kamu istirahat ya, kamu jaga kesehatan juga, biar cepet dikasih dede bayi di perut kamuu..”

Afi tersipu dengan ucapan Alif. 'manis juga', gumam Afi.

"Kamu bilang apa?”

"Engga, yaudah. Abis isya aku mau belanja. Temenin ya.”

"Siap, dimengerti.”

Setelah makan, Afi mencuci piring mereka dan mereka pun bergegas sholat isya berjamaah. Lalu mereka pun pergi ke supermarket untuk belanja.

Saat menuju ke toko bahan makanan, mereka melewati toko perlengkapan bayi. Tanpa sadar, Afi berhenti  dan memaku sambil menatap pakaian-pakaian bayi yang ditampilkan dengan boneka beruang sebagai mannequin.

"Sayang?", Alif mengembalikan kesadarannya.

"Ya? Apa?”

"Kamu kenapa? Mau liat ke dalem?”

"Gapapa?”

"Kamu mau beli juga gapapa, kok. Yuk."

Mereka pun melihat-lihat perlengkapan bayi itu. Tiba-tiba.. *tes* Air mata afi menetes.

"Kok kamu nangis? Kenapa sayang? Sini-sini." Alif menyeka air mata afi, lalu alif mengecup kening Afi.

"Aku gapapa. Cuma mikir aja, kalo anak kita pake kaos kaki ini pasti lucu banget.”

"Yaudah kita beli aja, biar kamu inget terus buat jaga kesehatan, demi anak kita, demi kamu juga calon ibunya."

Afi memeluk Alif, sambil mengepal kaos kaki bayi rajutan wol halus coklat itu dengan erat.

Setelah membeli kaos kaki bayi, mereka pun melanjutkan niat mereka berbelanja. Afi memborong semua produk untuk program hamil, mulai dari vitamin dan suplemen hingga susu penunjang kehamilan. Dia juga membeli buah dan sayuran yang dipercaya menambah kesuburan.

Sampai di rumah, dia meletakkan kaos kaki kecil itu di meja sebelah ranjangnya.

"Cepatlah hadir, di antara ayah dan ibu, nak. Kami menunggumu dengan sabar," gumam afi sambil mengecup kaos kaki kecil itu.


Afi's pov

Aku bahagia. Aku bersyukur menikah dengan orang yang kucintai dan mencintaiku sepenuh hatinya.

*elus perut*

Hari ini liburan aku dan Alif dimulai. Aku berdoa agar usaha kami kali ini berhasil. Kami sangat menantikan tangisan bayi yang lucu di kediaman yang sepi ini. Tanpa sadar semua pikiran itu membuat ku terlelap.

"Sayang? Eh, kamu lagi tidur. Maaf ya, jadi kebangun. Ini delivery nya udah nyampe. Kamu mau eskrim dulu? Sambil nunggu aku bikin jus. Ini aku juga udah beli kaset horor yang baru.”

Dia berjalan ke arah dvd dan memutarnya.

"Kamu nonton dulu aku bikin jusnya.”

"Aku nunggu kamu aja.”

"Yaudah, aku gak lama kok.”

5menit kemudian -

"Nih, aku udah buatin. Ini kripiknya. Aku gak beliin yang pedes karena, aku sayang kamuu..

Dia membuat simbol hati dengan kedua tangannya ke atas kepala. Manis.

*tepuk kasur*

"Sini, aku mau nontonnya sambil dipeluk kamuu.”

"Tapi aku mau nyuapin kamuu. Makan dulu yaa abis itu baru tiduran.

"Iyaudah.”

"Bilang 'aaah'.”

"Kamu gak makan?”

"Nanti kamu suapin aku. Sekarang abisin dulu, ya?”
Dia pun menyuapiku hingga makanan itu lenyap dari wadahnya.

"Oke, udah abis. Sekarang jusnya minum dulu.”

"Udah kenyang, siap tidur lagi, nih.”

"Gapapa, kita tidur seharianJ


-2 bulan kemudian-

"Yangg,”

"Tumben, kamu manggil aku gitu.”

"Aku kok pusing ya, mual juga.”

"Kamu masuk angin? Sini aku pijitin. Pake minyak angin mau gak?”

"Nanti tambah mual, gamau.”

"Yaudah, sini sini.”

"Hmmp! *nahan muntah* anterin aku ke kamar mandi.”

"Sini, kamu pegangan", dia menggendongku dengan bridal style

"Haid kamu telat gak?”

"Ha?”

"Haid kamu, telat gak?”

"Aku gak inget. Coba kamu ambilin kalender.”

"Nih, aku gapaham bacanya.”

"Oiya harusnya 3minggu yang lalu..

"Aaahhhhhhhh", tiba-tiba Alif memelukku dengan erat.

"Apaan, sih?”

"Masa kamu gak ngertiii, katanya orang medical record.”

"Apaan emangnyaa?

"Kamu hamil.”

"Ah masa sihhh. Jangan kek gitu, *tiba tiba nangis* kalo gak hamil aku patah hati.”

"Yaudah sekarang kita ke dokter aja ya, buat mastiin”


-setelah dapat hasil lab-

"Udah siap belum bacanya?”

"Yaudah kamu yang baca aja.” ‘aku masih belum siap,’ batinku.

"Yaudah aku duluan, ya?”

*buka map*

"Gak hamil ya? Tuh kan, kamu... Aku bilang juga apa jangan kek gitu kan aku jad-“

*hap* Alif membekap mulutku.
"Ih kamu cerewet banget. Aku mau kasih surprise malah kamu marah-marahhh. Kamu hamil sayangggg.”

"Beneran?”

"Iya ni aku bacain, 'berdasarkan hasil tes urin atas nama afifah dinyatakan hamil’.”

"Alhamdulillahhh sayang, aku hamil akhirnyaaaa *peluk*

"Hal yang pertama harus kamu lakuin kamu tau kan apa?

"Apaa?

"Masa kamu lupa sama omongan kamu sendiri?

"Aku kan ngomul*, aku lupa laahh yg mana.”

"Emang sih, haha.”

"Yeh, malah ngeledek.”

"Kamu bilang mau berenti kerja. Aku emang dari dulu pengennya kamu di rumah ajaa tp kamu gamau kan katanya sendirian. Sekarang kamu harus tanggungjawab sama omongan kamuuu.”

"Iya, yaudah aku resign secepetnya”

"Kita ke rumah ibu kamu, yuk? Abis itu ke rumah mama aku.”

"Sekarang?”

"Iya, mumpung masih pagi biar gak macet.”

"Yaudah.”


-di rumah ibunya Afi-

"Kamu mau minum apa?

"Udah ibu duduk aja, ntar aku ambil sendiri.”

"Katanya ada yang mau diomongin. Serius amat.”

"Iya.” *ngasih amplop*

"Ini apaan? Kalian mau cerai?

"Astagfirullah bu, engga mungkin saya mau cerain Afi.”

"Terus apaan?”

"Ibu buka dulu”

*baca*

"Kamu hamil?”

"Iya.”

*krik krik*

"Yaudah.”

"Polos bgt bu jawabannya.”

"Yaudahh, ibu doain anak kamu sehat terus sampe gede. Kamu juga harus jaga kesehatan.

"Iya, terus bu.. Adek mau berenti kerja.”

"Loh kenapa?”

"Gapapa, adek mau fokus urus anak aja. Boleh gak bu?”

"Yaudah terserah kamu kan kamu yang kerja.”

"Yaudah makasih ya buu. Adek mau tinggal disini seminggu boleh gak?”

"Lah kamu blg sm suami kamu lah, itu dia knp diem aja?”

"Ah, boleh kok, fi. Nanti klo pulang kerja aku kesini.”

"Kamu juga nginep disini aja, Lif.”

"Iya bu.”

"Lif, katanya mau ke rumah mama kamu?”

"Oh iya, kita pamit dulu ya bu, mau ngasih kabar baik ini ke mama juga.”

"Iyaudah gih, ati-ati di jalan.”

"Salamin raisa sm ayah ya, buu


-di jalan-

"Hah..”

"Kamu lega?”

"Iya, kirain aku gabakal boleh berenti kerja. Kan ibu juga wanita karir.”

"Yaudah sekarang satu kunjungan lagi abis itu kita pulang. Kamu kan harus istirahat.”


Setelah mengunjungi rumah mertuaku, kami pulang. Sesuai perkiraanku, ibu mertuaku banyak menyarankan panganan tradisional dan minuman-minuman herbal yang diyakini bisa menjaga kesehatan aku dan jabang bayiku. Sedangkan ibuku, cukup bertentangan. Ibu menyarankan untuk mengonsumsi banyak pil vitamin dan suplemen. Yah, ibuku memang seorang perawat jadi memiliki cukup banyak pengetahuan medis.

Hari itu pun berakhir dengan sangat menyenangkan hingga aku sulit tertidur.

A/N :

Holaa! Udah lama gak update, lol. Gue mau ngasih tau maksud dari kata ngomul yang ada di atas. Jadi, di kelas gue tuh, kalo ada orang yang bawel disebutnya ngomul, maksudnya ngomong mulu, haha. So, ini sebenernya hampir sama kek yang asli, gue cuma sunting penulisannya aja, since ive been too long in hiatus. Maafkan segala kesalahan penulisan J anyway, gue bakal lanjutin penulisan fanfic ini, dan akan recycle dua chapter sebelumnya. Gue juga gak terlalu pinter dalam penulisan sudut pandang orang pertama jadi maaf kalo kurang bagus. Makasih udah baca^^ 

Sabtu, 02 Juli 2016

Pacarku, Jodohku! Chapter 2

A/N :
Hello, god piple!*
Thanks banget yg udah baca🙏 bagi yang hobi baca, gue minta maaf karna gak serius dalam penulisan ejaan dan lain lain. Ini fanfic gue nge-ship temen bener-bener secara gak niat. Kalo kurang bikin baper juga gue minta maaf. Soalnya udah lama gak nulis, wkwk. Kritik dan saran sangat diharapkan :) gue bakal berusaha bikin lebih banyak scene yang bikin baper. Salam sayankkk❤


Gue sama Afi berhasil menempuh 4tahun bersama. Setelah lulus, gue kuliah di Universitas Udayana, Bali. Afi kuliah di Universitas Indonesia. Kita LDR. Kata orang, teknologi udh canggih, jadi bisa bikin rasa kangen lebih kecil. Tapi engga buat gue sama Afi. Dulu, pas SMA setiap hari ketemu, tapi pas kuliah, kita cuma bisa face time ato chatting, itu juga kalo lagi sama-sama gak sibuk. Gue ambil akuntansi, Afi ambil layanan sipil. Gue bener-bener pgn yang terbaik buat masa depan gue.

Pas bimbingan buat milih univ, gue udah tekad buat ngebagi masa depan gue sm afi. Gue mutusin buat berpisah sebentar. Awalnya keputusan gue ditentang Afi, tapi gue coba buat dia ngerti alesan gue. Dia pun ngerti. Gue gatau, apa dia pernah mikir buat punya masa depan bareng gue ato engga. Tp yang pasti, ada dia di masa depan gue. Gue berhasil nyelesein kuliah dalam 2.5tahun dengan predikat cumlaude. Gue gak bilang sm Afi. Gue langsung ambil tawaran kerja dari rektor gue. Gajinya gak terlalu besar, tapi gue dijanjiin kenaikan pangkat dalam waktu singkat. Setelah 3bulan gue lulus, gue berantem hebat sm afi. Afi akhirnya tau, gue nyimpen rahasia itu. Afi marah banget. Dia merasa gak dianggep. Dia pengen banget ada di sisi gue pas gue sukses graduate dengan waktu yang orang bilang sangat cepat. Pertama kalinya dia marah sehebat itu. Dia minta putus.

Gue hancur banget. Gue lost contact. Bahkan dia ngapus semua feeds ig nya bareng gue. Gue berusaha menerima. Karna posisinya gue yg salah.  Gue ambil double shift biar gue gak terlalu kepikiran. Tapi semuanya kacau. Gue malah ngacauin proyek perusahaan bernilai ratusan juta. Gue dipecat. Ini gak termasuk rencana hidup gue. Gue putus asa. Gue gak berani ngehubungin orangtua gue. Gue takut mereka khawatir. Akhirnya gue bertahan di Bali dengan uang yang gue punya. Selain dipecat, gue didenda. Nilainya fantastis banget. Gue gak yakin sanggup bayar denda sebesar itu. Gue sampe pindah ke kontrakan yang lebih kecil karna gapunya uang. Gue bayar denda itu pake uang tabungan gue. Gue pengen banget pulang. Tapi denda sebesar itu harus dilunasin. Tetangga kontrakan gue yang baru nawarin gue kerja di barn. Pikiran gue saat itu "ah, dunia malam".

Semua pikiran negatif terlintas. Tapi gue gabisa kek gini terus. Gue harus bayar utang gue, gue juga perlu makan. Gue bener-bener ragu saat itu. Gue takut hal yang gak gue pengen malah terjadi. Tiba tiba, "gue harus secepatnya nemuin afi".

Bayangan Afi yang marah sama gue cukup untuk meyakinkan gue ngambil job itu. Akhirnya gue terima. Gue kerja jadi pelayan disana. Gue cukup susah beradaptasi, karna gue gasuka sama bau rokok, apalagi alkohol. Gue berangkat kerja jam 9malem, pulangnya jam 11siang. Gue selalu kecapean. Selain kerja di bar, gue berusaha nyari kerjaan lain. Tapi ya, nyari kerjaan gak gampang. Suatu ketika, gue dapet tawaran kerja 4jam lebih lama dari shift biasanya, 18jam. Tawaran bayaran yang besar bikin gue nerima job itu.

Sembilan jam, gue masih seger. Sebelas jam, gue kecapean. Pas jam ke duabelas gue mulai merasa hilang kesadaran. Ditambah lagi gue salah minum alkohol. Hal terakhir yang gue liat adalah temen gue, Riri yang ternyata juga pelayan di bar itu. Gue gatau gue dimana. Gue udah gapake seragam lagi, gue pake kaos biasa. Di jidat gue ada kompresan. Terus gue liat kesamping, ada Riri nungguin gue di samping kasur. Dia kebangun pas gue gerakin tangan kanan gue yang ketindihan dia,

"Eh udh bangun?

"Gue dimana ni? Kok ada lo?

"Lo di kosan gueee

"Lahh kok bisa?

"Gue minta tolong sama anak anak gotong lo kesini. Lo gpp?

"Hah? Emg gue knp?

"Gue gatau, lo tibatiba pingsan di ruang karyawan. Gue kaget itu lo.

"Oh gitu ya. Thanks ya. Gue gak inget sih kejadian semalem. EH! Bos marah gak? Gmn bayaran gue? Apa dikurangin? Gue lagi butuh uang bgt

"Gue minta maaf, tapi bos ngecancel bayaran bonus semalem. Karna lo kan pingsan lebih dari 6 jam kerja.

"Oh gitu ya.. Duh. Gue btuh  uang banget.

"Mau gue pinjemin dulu?

"Ngerepotin banget, gausah lah.

"Gapapa. Lo kek sama siapa aja.

"Gue gaenak banget parah.

"Yaudah terima aja makanya. Btw, kalo boleh tau emg lo butuh uang buat apa?

"Gue udh lama gak pulang. Gue pengen pulang. Gue juga belum lama ini putus sama afi. Gue harus ketemu dia.

"Oh gitu. Yaudah gapapa pake aja. Nanti lo balikinnya via transfer juga gapapa. Nih, nomor rek gue.

Gue ambil penerbangan besoknya. Dari bandara, gue langsung ke rumah Afi. Sampe di rumah Afi, gue bel rumahnya. Keluar bokapnya.
"Om, afinya ada?

Bokapnya marah bgt. PLAKK!

"APA APAAN KAMU MASIH BERANI KESINI?! DASAR LAKI LAKI GABERGUNA. PERGI KAMU. JGN SAMPE ANAK SAYA NGELIAT KAMU!?

"Om, maaf, saya gak ngerti ada apa. Saya gatau ada salah apa. Saya memang putus sm afi, tp itu karna hal yg kecil.

"APA KAMU BLG?!!! HAL KECIL??? DASAR KAMU GATAU DIRI! TADI PAGI ADA POS YG DATANG. ISINYA FOTO KAMU SEDANG BERCINTA SM CEWE MURAHAN! DISITU JUGA ADA TESTPACK! MAU APA LAGI KAMU KESINI?!

"APA?

"KELUAR KAMU DARI RUMAH SAYA. JGN PERNAH HUBUNGI AFI LAGI!

Gue gak kebayang lagi gimana perasaan afi. Sekali lagi, gue gatau apa yang harus gue lakuin. Temen gue dari kecil, Riri, bisa sejahat itu ngefitnah gue ngehamilin dia. Gue butuh ketemu afi, gue harus ketemu afi. Gue minta tolong Anggi buat bikin gue ketemu sm afi. Anggi bersikeras gamau, karna dia tau kejadian ini.

Gue sampe ngemis ke Anggi, gue bilang ke dia kalo gue bener2 sayang sm Afi. Gue jelasin kronologisnya. Akhirnya Anggi mau, gue sama Afi ketemu di Sbux.

"Fi

Afi diem aja. Tatapannya kosong. Matanya bengkak, dia pasti abis nangis.

"Fi, aku mohon dengerin aku.

Dia tetep diem.

"Afi, aku udh bertekad pas kita masih SMA, bakal serius sama kamu. Jadi aku kuliah berniat lulus secepet mungkin dan kerja. Maaf, aku gabilang sm kamu kalo aku lulus dlm 2.5 tahun. Maaf bgt. Setelah lulus aku langsung kerja di bagian keuangan di perusahaan X. Pas itu aku dijanjiin naik pangkat dlm 3bln. Aku berusaha matimatian buat cepet naik pangkat. Niatnya, setelah naik pangkat aku bakal cepet2 ngelamar kamu. Aku pengen kita sah secepetnya. Tapi pas kamu bilang minta putus, aku hancur banget. Aku tau, itu semua salah aku. Tapi aku sama sekali gabisa nerima keputusan kamu untuk putus. Aku sampe ambil dua shift, aku lembur terus, berharap bisa sedikit meringankan pikiran aku, biar aku fokus kerja aja. Tapi kenyataannya, aku gabisa. Aku ngacauin laporan proyek dan aku dipecat. Aku ga berdaya banget. Aku harus bayar denda dan itu besar banget. Aku ditawarin kerja sama temen aku, jadi pelayan di bar. Aku cuma mikir aku harus cepet-cepet lunasin utang aku dan cepet-cepet nemuin kamu. Aku terima tawaran itu."

Afi akhirnya mau natap gue.

"Aku sayang banget sama kamu, aku pengen buru-buru jelasin ke kamu. Aku udah gapeduli lagi apa kerjaan aku yang penting aku punya uang untuk pulang dan nemuin kamu. Aku kerja di bar, 14jam sehari. Walaupun kerja selama itu, tapi bayarannya kecil. Terus ada tawaran kerja pas ada party. Itu 18jam kerja. Aku terima, dengan harapan pengen cepet bisa ketemu kamu. Tapi trnyata aku gak kuat. Aku kecapean. Terus aku gasengaja minum alkohol. Aku pingsan. Pas aku bangun, tibatiba aku di kosan Riri. Percaya sm aku, gaada yang terjadi disana. Dan aku berani sumpah kalopun dia hamil, itu bukan anak aku. Aku malah baru tau dia juga kerja disana. Tolong percaya sekali lagi."

Afi masih diem. Gue gak tau lagi gimana air muka gue pas itu, tapi gue bener-bener frustasi.

"Aku gapunya apa apa sekarang. Semua tabungan aku abis untuk. Bayar denda kesalahan aku di perusahaan. Tapi aku serius sm kamu. Aku pengen kamu jadi istri aku. Aku gabisa janjiin apa apa sm kamu, tp aku akan berusaha untuk mencukupi semua kebutuhan kamu. Aku cuma punya cinta.Tapi cinta aku cukup buat bahagiain kamu. Kamu mau kan jadi istri aku?

Gue keluarin cincin yang udah gue beli dengan gaji pertama di perusahaan.

Afi tibatiba nangis

"Kamu becanda?
"Ya allah fi, kamu galiat seberapa frustasi muka aku skrg? Aku bener bener frustasi skrg. Perasaan waktu aku nembak kamu dulu keulang lagi. Dengan semua keterbatasan aku sekarang, ortu kamu pasti gak setuju. Tapi aku gamau kamu sm yang lain. Aku nekad. Jadi tolong, jwb aku.

"Yaudah, iya."

"Stlh 5tahun jawabannya masih sama :) makasih ya, aku sayang bgt sm kamu.

Gue gabisa jelasin gimana perasaan seneng waktu itu. Gue bener-bener bersyukur dia masih nerima gue dengan kondisi gue saat itu.

Gue sama Afi menikah di hari jadi kita ke 6 tahun. Selama 2 tahun gue sama dia kerja keras untuk bisa beli rumah dan mobil. Gaperlu mewah, yang penting fungsional.

Hari ini, tepat 2bulan kita menikah.

Jumat, 01 Juli 2016

Pacarku, Jodohku! Chapter 1

A/N :
Halo! Gue iseng bgt bikin cerita masa depan dari pairing SutetxAfi yang adalah sahabat gue, haha. Ini cerita banyak benernya, karna gue salah satu mak comblangnya XD

Sebenernya, nama aslinya sutet itu Alif Denis Sutedi. Sutedi itu nama ayahnya. Yah, bisa dibilang sutet itu ejekan aja. But, karna sutet kedengeran lebih akrab, hampir semua temen cewe gue manggil dia sutet. Wkwk.

Happy reading! ~

                                                               xoxo  

Sutet's pov:
    Gue ketemu afi pas kita kelas 11. Gue bener-bener gatau dia bakalan jadi jodoh gue.

    Waktu itu, kita ditugasin kelompok sesuai absen. Dia absen satu, gue absen 2. Pertama kali gue liat dia, gue terpana bgt. Afi itu manis bgt, kalem. Gue penasaran bgt sm dia, akhirnya gue berusaha pdkt. Pas bgt, ada kesempatan. Tugas agama. Gue carmuk aja tuh, gue bilang kalo gue aja ngerjain. Gue tanya-tanya dia, modus aja biar bisa chat sebenernya.

    Ya, dia jawabnya sih asik aja. Terus akhirnya kelar tuh. Kita presentasi. Dia pemalu banget anaknya. Pas presentasi senyum-senyum mulu. Gue suka banget sama senyumnya. Gila, pertama kali gue liat cewe senyum semanis itu. Gue jatuh hati bgt pas itu. Gue lanjutin aja pdkt, mumpung sekelompok utk beberapa mapel kan. Sedikit sedikit gue mulai paham sama dia. Di sekolah kalo lagi sm temen temennya mah mulutnya pedes. Tapi aslinya dia itu perhatian banget dan dia adalah pemikir keras.

    Waktu di Bromo juga udah banyak tanda-tanda. Apalagi si anisya ngedesak gue suruh nembak afi di Bromo. Pas di Bromo emang seru banget.

    Ceritanya, kita berangkat ke Malang naik kereta. Kebetulan duduknya sesuai absen. Gue duduk bareng dia berdua doang. Yang lainnya bisa bertiga atau berempat. Di bangku yang berhadapan sama bangku gue ada Anisya, Daniel, sama Andos. Awkward banget awalnya. Tapi akhirnya kita bisa ngobrol biasa karena abis cek tiket boleh pindah pindah. Afi maunya duduk sama Anggi, yaudah anggi tukeran sm gue. Gapapa, yang penting masih deket afi. Kita ngobrolin banyak hal. Sampe pas malem, tempat duduknya diatur guru. Cowo di barisan sebelah kiri, cewe di kanan. Masih sejajar, aman. Pas semua udah tidur, gue liat si Anisya belum. Tiba-tiba dia bisik-bisik ke gue dari jauh,
"kapan nembak afi?
"Gatau
"Dih jangan gajelas lahh
"Gue sayang sama afi
"Udah tau
Entah kenapa, gue pengen banget bilang gitu,
"Gue sayang sama afi
"Udah tau jink tidur lu
"Gue sayang sama afi

Tiba-tiba si Anisya bangunin Afi, spontan gue pura-pura tidur. Untungnya afi balik tidur.

"Rese lu ye
"Bilang ke orangnye jangan ke gue
"Iya tenang

    Semua orang nyuruh gue untuk cepet-cepet nembak afi. Tapi gue rasa belum waktunya. Pas itu, gue cuma ngerasa perlu ngebuktiin kalo gue syaang sama dia.

    Beberapa lama setelah gtc, gue beraniin diri buat bilang suka sm dia. Gue pgn hari itu spesial buat dia. Jadi gue minta temenin jalan. Kita nonton, makan. Terus gue anterin dia pulang. Pas di depan rumahnya, gue buka jok motor. Gue ambil bunga yang udah gue siapin. Akhirnya gue sampein niat baik gue, pengen jadi pacar dia, haha. Kata temen-temennya sih dia suka balik sama gue, tp gue deg-degan bgt. Dia keliatan banget malunya, senyum melulu gue tambah degdegan. Gue takut ditolak. Soalnya sblm kita deket katanya dia suka sm Rey. Duh, kalo dibanding Rey gue mah apa atuh. Makanya, gue penuh keraguan bgt. Kalo buru-buru takutnya malah gak langgeng.

   Waktu pertama ketemu, gue ngerasa kalo gue harus langgeng sm afi. Jadi gue hati-hati banget. Gue sampe mikir berkali-kali waktu yang tepat buat nembak Afi. Ah, waktu itu dia lama bgt jawabnya gue gak sabaran banget. Akhirnya, Afi jawab "iya, yaudah". Itu jawaban yang bingungin, tapi dari ekspresinya, gue yakin dia nerima gue. Gue sama dia pun jadian. Awal-awal jadian maniiiissss banget. Gu seee sering main ke rumah dia, nemenin dia pas ibunya kerja. Kita makan di luar, ato kadang gue bawain makanan ke rumah dia. Walaupun cuma duduk-duduk di teras ato nonton tv di ruang tamu, gue gak ada bosennya. Afi sering marah sama gue, katanya gue terlalu sering beli-beliin dia. Yaa, kalo makanan mah apa ruginya coba. Dia bilang dia gaenak sama gue. Bikin makin sayang aja, kan?  Haha.

   Kita sering berantem-berantem kecil. Dia sensitif. Jadi gue selalu hati hati kalo lagi sama dia. Gue berusaha buat ngalah di setiap pertengkaran kita. Tapi gue juga buat pengertian ke dia. Dua karakter berbeda bersedia untuk saling mengisi kekurangan, gue sm afi udh bener-bener saling buka hati untuk saling menerima.

   Akhir kelas 11, kita sama-sama dapet teguran dari wali kelas, katanya sih, nilai kita menurun karna pacaran. Karna gue gak ngerasa gitu, gue sih biasa aja. Tapi, afi yang pemikir jadi insecure. Gue berusaha membuat dia nyaman lagi dengan tidak membahas hal itu. Emang sih, kalo di kelas kita keliatan kek lengket terus. Tapi bukan berarti kita gak belajar, kan?

   Untungnya, waktu kelas 12 gue sama dia masih sekelas. Gila, bisa mati cemburu gue kalo kita pisah kelas. Ya, bukannya gue gapercaya sm dia, tapi pasti ada lah cowo yg godain dia. Gue sm dia bener-bener ngerasa dunia milik berdua. Gue sama dia bisa jadi diri sendiri di depan satu sama lain. Hal ini baik buat kita, tapi ternyata gak selalu baik untuk orang di sekitar kita. Gak jarang Afi ditegor temennya karna katanya pacaran mulu. Afi sm temen sebangkunya -yang adalah tetangga gue dri kecil, riri, malah sering berantem karna kurang pengertian. Mungkin, gue sm dia terlalu larut di dunia kecil kita, sampe kita tanpa sadar jadi egois. Gue juga sampe gabisa misahin mana waktu buat temen mana untuk pacar, Tapi itu semua termasuk naik turunnya suatu hubungan. Gue sama afi saling mendewasa. Akhirnya kita pun lulus.